Pencarian
Senin, 05 September 2011
Lebaran di Kampung
Pada tanggal 29 Agustus 2011, saya dan sekeluarga pulang kampung ke Mojokerto untuk bersilaturahmi. Alhamdulilah kami sampai tujuan dengan selamat. Kakek saya sekeluarga langsung menyambut saya dengan hangat dan penuh sukacita. Memang suasana lebaran di desa berbeda daripada suasana lebaran di Surabaya. Apalagi di daerah tempat tinggal saya di daerah Benowo pun hampir semua penghuninya pulang kampung seperti saya. Ada yang pulang kampung ke Kediri, Tegal, Jogjakarta, bahkan Jakarta. Ada juga yang pulang kampung ke Lamongan juga seperti desa saya. Tapi jujukan pertama keluarga saya adalah di Desa Gedeg di Mojokerto, itu adalah kampung ibu saya.
Sebagian besar warga di sana adalah Muhammadiyah termasuk kakek saya, meskipun ada sebagian warga NU. Menurut ketentuan pemerintah bahwa jatuhnya 1 Syawal 1432 H adalah pada tanggal 31 Agustus 2011 hari Rabu. Namun Muhammadiyah memiliki pemikiran lain yaitu jatuhnya 1 Syawal 1432 adalah pada tanggal 30 Agustus 2011 hari Selasa. Bahkan jauh-jauh hari mereka sudah menentukan jatuhnya 1 Syawal itu. Bukan cerita baru jika terdapat perbedaan-perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah termasuk perbedaan penentuan tanggal jatuhnya 1 Syawal. Itu memang karena mereka memakai metode yang berbeda dalam penentuan jatuhnya tanggal tersebut. Setahu saya ada dua cara penentuan atau metode yaitu rukyah dan hisab. Saya tidak terlalu mengerti sebenarnya, namun hal itu jelas memberi perbedaan hasil dalam menentukan jatuhnya hari raya Idul Fitri tahun ini.
Saya sempat bingung manakah yang harus saya ikuti, apakah ikut NU/pemerintah ataukah ikut Muhammadiyah. Sebenarnya saya cenderung lebih suka ikut NU karena kakek saya di Lamongan (beliau sudah almarhum) adalah orang NU dan saya merasa lebih cocok dengan beliau. Namun jika saya mengikuti NU/pemerintah saat itu berarti saya harus puasa satu hari lagi. Tak masalah sebenarnya bagi saya kalau soal puasa, tapi lebih cenderung soal rasa sungkan saya pada keluarga dan kerabat di Mojokerto yang semuanya adalah Muhammadiyah. Seolah saya tidak menghormati kakek saya yang ada di Mojokerto apabila saya ikut NU/pemerintah saat itu. Pada akhirnya saya putuskan saya ikut lebaran tanggal 30 Agustus atau mengikuti ketentuan Muhammadiyah. Saya ingin lebih menghormati keluarga dan kerabat di Mojokerto terutama kakek saya. Alhamdulillah walaupun terdapat perbedaan penentuan jatuhnya 1 Syawal di sana, namun semuanya berjalan lancar dan penuh kehangatan. Seolah-olah tak ada bedanya antara warga NU dan MUhammadiyah di sana. Inilah toleransi beragama yang bisa kita contoh dari sebuah desa di Mojokerto.
Lalu pada tanggal 31 Agustus 2011, saya dan keluarga saya pergi ke Lamongan tepatnya di desa Jati, Kecamatan Sugio. Kira-kira setelah 3 jam warga NU melaksanakan shalat Idul Fitri, saya dan keluarga baru berangkat. Suasana lebaran di Lamongan berbeda dengan suasana lebaran di Mojokerto. Di desa saya seolah sudah menjadi tradisi bahwa warganya adalah NU. Meskipun masih ada warga yang Muhammadiyah, namun aroma NU di sana sangat kental. Saya sempat melihat sebuah masjid di daerah dekat Waduk Gondang yang terdapat tulisan “Masjid NU”. Saya pikir jika itu adalah masjid NU, apakah warga Muhammadiyah tak boleh shalat disana? Wallahualam. Tapi yang jelas itu bisa jadi salah satu bukti betapa kentalnya aroma NU di desa itu.
Tak banyak yang bisa dilakukan di Lamongan saat lebaran. Di sana cuacanya begitu panas sehingga orang-orang mungkin malas untuk keluar rumah pada siang hari. Namun suasananya berbeda saat malam hari. Di rumah nenek saya mulai banyak orang-orang dan kerabat yang berdatangan untuk silaturahmi. Banyak jajanan yang disuguhkan di meja untuk para tamu. Sebagian adalah jajanan tradisional seperti rengginang, onde-onde, jenang dan sebagainya. Meskipun suasana lebaran lebih meriah di Mojokerto namun itu tak membuat saya lantas tak menikmati lebaran di Lamongan. Di sini ternyata suasana kekeluargaannya lebih terasa. Ternyata di setiap desa mungkin terdapat perbedaan-perbedaan tersendiri dalam perayaan Lebaran. Namun satu yang sama, yaitu SILATURAHMI itu sendiri sebagai inti dari Idul Fitri yang suci.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar