Pencarian
Senin, 05 September 2011
Review film : Tendangan dari Langit
Pada hari Jumat tanggal 2 September 2011, saya dan sekeluarga pergi melihat sebuah film. Judulnya cukup asing di telinga saya, yaitu “Tendangan dari Langit”. Saya pikir film itu ber-genre action karena ada kata tendangan di judul film tersebut. Tapi ternyata film itu bukan ber-genre action, namun lebih ke arah drama. Film tersebut saya tonton sampai habis. Film tersebut sangat bagus menurut saya dan memiliki dinamika cerita yang menarik. Bercerita mengenai seorang anak yang bernama Wahyu yang mengejar impiannya untuk dapat bergabung di tim sepakbola kesayangannya, Persema. Jalan tersebut tidaklah mudah dan penuh liku.
Pada awal film ini dipertontonkan cuplikan final piala AFC leg kedua antara Indonesia vs Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Indonesia memenangkan pertandingan tersebut dengan skor 2-1. Meskipun menang, Indonesia kalah agregat 4-2 oleh Malaysia karena kalah 3-0 pada first leg di kandang lawan, mungkin karena insiden laser.
Dikisahkan Wahyu adalah anak yang memiliki bakat sepakbola yang sangat hebat. Suatu hari ada seorang pelatih klub sepakbola Karangsari FC (diperankan oleh Agus Kuncoro) melihat Wahyu dan teman-temannya bermain sepakbola di lapangan pasir di lereng Gunung Bromo. Pelatih ini sering dipanggil paklek oleh Wahyu. Intinya dia menawarkan kepada Wahyu agar bermain ke klub Karangsari FC dengan imbalan yang cukup menggiurkan. Wahyu pun menyetujuinya. Dia mengajak kedua teman perempuannya untuk ikut menyaksikan pertandingan tersebut. Tim Karangsari FC menang 2-1 karena kedua gol dari kaki Wahyu. Pelatih tim Karangsari FC sangat senang dengan kemenangan tersebut dan memberi Wahyu bonus 200 ribu rupiah. Salah satu teman perempuan Wahyu yang menonton pertandingan tadi, yaitu Indah pun kagum karena aksi Wahyu di lapangan. Benih-benih cinta pun mulai tumbuh di antara keduanya.
Namun tidak semuanya berjalan mulus. Saat Wahyu pulang dari pertandingan tadi, ayah Wahyu (diperankan oleh Sujiwo Tedjo) memergokinya dan memarahinya bahkan memukulnya. Meskipun istrinya berusaha untuk menenangkannya, namun ayah Wahyu tetap saja ngotot dan membakar sepatu sepakbola yang diberikan oleh pakleknya. Ayah Wahyu sangat tidak setuju jika anak satu-satunya itu bermain sepakbola.
Wahyu tidak pantang menyerah, pakleknya kembali menawarkan pertandingan dengan iming-iming yang lebih besar. Wahyu menyetujuinya dan berlatih keras. Suatu hari pemilik klub Karangsari FC datang dan berbincang-bincang dengan pakleknya Wahyu (pelatih sepakbola Karangsari FC). Pakleknya menyuruhnya datang dan berkenalan langsung dengan pemilik klub karena tahu kalau dia pemain berbakat. Wahyu melirik kuda pemilik klub tersebut. Teringat akan keinginan sang ayah untuk memiliki kuda maka Wahyu membuat pertaruhan dengan pemilik klub. Jika dia bisa menang dan mencetak gol di pertandingan nanti maka kuda itu akan menjadi miliknya. Tapi jika kalah maka Wahyu harus memenangkan 5 pertandingan berikutnya tanpa imbalan. Wahyu pun setuju.
Di pertandingan tersebut, Wahyu datang terlambat. Saat itu timnya sudah ketinggalan gol. Seolah menjadi malaikat penyelamat bagi timnya dia mencetak gol dan membuat timnya memenangkan pertandingan. Tak lupa pada perjanjian, pemilik klub Karangsari FC pulang dan mengikhlaskan kudanya jadi milik Wahyu. Hanya tinggal Wahyu, pakleknya dan pemilik warung di sana. Penasaran akan ayahnya, Wahyu bertanya pada pelatih sepakbolanya itu tentang masa lalu sang ayah. Barangkali pakleknya itu tahu sesuatu mengenai ayahnya. Pakleknya itu pun mulai berkisah. Tak disangka bahwa ayah Wahyu dulunya adalah pemain sepakbola hebat seperti Wahyu dan bahkan masuk skuad tim Persema. Namun dia mengalami akhir yang tidak bahagia dan menjadi tukang penjual kopi dan mie seduh di lereng gunung Bromo. Karena itulah ayah Wahyu melarangnya bermain sepakbola agar nasibnya tak tragis seperti ayahnya.
Tiba-tiba saat itu ayah Wahyu muncul dan memergokinya sedang bersama pakleknya. Ternyata pakleknya dulu juga pelatih dari ayah Wahyu. Teringat akan masa lalu yang tidak mengenakkan, ayah Wahyu langsung marah dan berusaha memukul mantan pelatihnya itu. Wahyu tak terima dan berusaha untuk menghalangi. Namun malah kena pukul ayahnya dan terkapar di tanah. Wahyu saat itu hanya ingin memberikan hadiah buat ayahnya, yaitu kuda tadi dan busana muslim yang selama ini diinginkan ayahnya. Suasana sangat mengharukan kala itu. Wahyu bertekad kepada ayahnya bahwa dia tak akan bermain sepakbola lagi.
Di kala itu Ayahnya mulai menyadari akan bakat anaknya dan memberi kesempatan pada Wahyu untuk bermain bola lagi. Meskipun Wahyu sudah bilang tak akan bermain bola lagi namun ayahnya malah mengajaknya berlatih di ladang pasir dengan kuda pemberian dari Wahyu. Di saat itulah coach Persema melihat kegesitan Wahyu dalam mengolah si kulit bundar. Singkat cerita Wahyu pun ditawari coach Persema untuk try out di Persema bersama Irfan Bachdim dan Kim Kurniawan. Namun sayang setelah tes kesehatan ternyata ditemukan kelainan pada kaki kanan Wahyu sehingga tak bisa lagi bergabung di Persema.
Namun Wahyu tak ingin terus larut dalam kesedihannya. Dia kembali ke pakleknya dan mengikuti pertandingan sepakbola lagi. Di saat itulah seorang fisioterapis bersama Irfan Bachdim dan Kim Kurniawan datang untuk menjenguk kondisi Wahyu di rumahnya. Di saat bersamaan ada juga teman-teman sekolah Wahyu termasuk Indah di rumah itu. Fisioterapis itu menanyakan kondisi Wahyu kepada ibunya apakah Wahyu sudah diistirahatkan total. Namun alangkah terkejutnya karena Wahyu malah bermain sepakbola lagi. Padahal jika hal tersebut dilakukan maka Wahyu terancam lumpuh. Ramai-ramai mereka pergi ke stadion tempat Wahyu bertanding. Namun mereka terlambat dan sesampainya disana Wahyu sudah terkapar kesakitan memegangi kaki kanannya. Tak pikir panjang mereka langsung masuk ke lapangan untuk menyelamatkan Wahyu. Tapi malah dihalang-halangi oleh pakleknya Wahyu. Tapi Wahyu berhasil dibawa pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Wahyu diberi perawatan oleh fisioterapis tersebut. Fisioterapis tersebut berkata bahwa Wahyu masih ada harapan dan kesempatan untuk sembuh lagi jika diistirahatkan total dan jika sudah sembuh maka diberi latihan ringan agar kakinya tidak sakit lagi. Akhirnya dengan dibantu teman-temannya, Wahyu bisa sembuh dari sakit kaki kanannya. Coach Persema pun mengikutsertakan Wahyu dalam pertandingan Persema vs Jayakarta FC. Wahyu masuk ke babak kedua menggantikan salah satu pemain Persema yang cedera. Wahyu mencetak gol pamungkas hasil umpan dari Irfan Bachdim yang membuat Persema unggul 3-2 dari Jayakarta FC dan memenangkan pertandingan. Sebuah akhir yang dramatis dan membahagiakan.
Film ini digarap oleh sutradara kondang yaitu Hanung Bramantio. Sederet artis-artis papan atas juga diikutsertakan dalam film ini. Di antaranya Agus Kuncoro, Joshua dan juga budayawan Indonesia, Sudjiwo Tejo. Film ini juga merupakan penampilan perdana dari Irfan Bachdim dan Kim Kurniawan. Kisah inspiratif dari film ini semoga bisa memberikan motivasi kepada kita untuk terus berusaha dan pantang menyerah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar