Laman

Pencarian

Minggu, 20 November 2011

Dear sepucuk surat dari ayah



Anakku yang kusayangi..

Pada suatu saat di kala kamu menyadari bahwa aku telah menjadi sangat tua, cobalah berlaku sabar dan cobalah mengerti aku. Jika banyak makanan yang tercecer saat aku makan, jika aku mendapat kesuliatn dalam mengenakan pakaianku sendiri, sabarlah. Kenanglah saat-saat dimana aku meluangkan waktuku untuk mengajarimu segala hal yang perlu kau tahu, ketika kau masih kecil.

Jika aku mengulang mengatakan hal yang sama berpuluh kali, jangan menghentikanku! Dengarlah aku! Ketika kau kecil, kau selalu memintaku membacakanmu cerita yang sama berulang-ulang, dari malam yang satu ke malam yang lain hingga kau tertidur. Dan aku lakukan itu untukmu! Jika aku enggan mandi, jangan memarahiku dan jangan mengatakan kepadaku bahwa itu memalukan.

Ingatlah berapa banyak pengertian yang kuberikan padamu menyuruhmu mandi di kala kecilmu. Dengan melihat ketidak-tahuanku terhadap teknologi baru, jangan tertawakan aku tapi berikan aku waktu untuk memahaminya. Aku mengajarimu banyak hal, cara makan yang baik, cara berpakaian yang baik, berperilaku yang baik, bagaimana menghadapi problem dalam kehidupan. Jika terkadang aku menjadi pelupa dan aku tidak dapat mengerti dan mengikuti pembicaraan, beri aku waktu untuk mengingat dan jika aku gagal melakukannya jangan sombong dan memarahiku, karena yang penting bagiku adalah aku dapat bersamamu dan dapat berbicara padamu.

Jika aku tak mau makan, jangan paksa aku! Aku tahu bilamana aku lapar dan kapan aku tak lapar. Ketika kakiku tak mampu menyangga tubuhku, untuk bergerak seperti sebelumnya, bantulah aku dengan cara yang sama ketika aku merengkuhmu dalam tanganku, mengajarimu melakukan langkah-langkah pertamamu. Dan kala suatu saat nanti, ketika aku katakan padamu bahwa aku tak lagi ingin hidup, ketika aku ingin mati, jangan marah, karena pada saatnya nanti kau juga akan mengerti! Cobalah untuk mengerti bahwa pada usia tertentu, kita tidak benar-benar “hidup” lagi, kita hanya “tidak mati”. Suatu hari kelak kau akan mengerti bahwa di samping semua kesalahan yang aku buat, aku selalu ingin apa yang terbaik bagimu dan bahwa aku siapkan dasr bagi perkembangan dan kehidupanmu kelak.

Kau tak usah merasa sedih, tidak beruntung atau gagal di hadapanku melihat kondisiku dan usiaku yang sudah bertambah tua. Kau harus ada di dekatku, mencoba mengerti aku bahwa hidupku adalah bagimu, bagi kesuksesanmu, seperti apa yang kulakukan pada saat kau lahir. Bantulah aku untuk berjalan, bantulah aku pada akhir hidupku dengan cinta dan kesabaran. Satu hal yang harus membuatku berterima kasih padamu adalah senyum dan kecintaanmu padaku. Aku mencintaimu anakku.

Ayahmu, Ibumu..


Pesan: lakukanlah yang terbaik untuk mereka.

(Dikutip dari video di laptop guru fisika saya, Pak Yohannes Wellem Mulawato)

26 komentar:

  1. Wowww nice post.
    Thanks Soca...

    BalasHapus
  2. di luar topik,untuk kirim alamat di kotak komentar postingan pengumuman GA juga gak pa2 kok sob,, kalo di email gak bisa

    BalasHapus
  3. nice post , jangan sia-siakan ayah kita ya

    BalasHapus
  4. Sedih sekali suratnya, jadi teringat dengan postinganku tentang seorang kakek
    http://www.biluping.com/2011/01/kisah-sang-kakek.html

    BalasHapus
  5. renungannya membuat hatiku melelh karena terharu sob :'(

    BalasHapus
  6. Subhanallah
    Betapa sungguh mulianya kedua orang tua kita, kadang ada anak yg gak mau mengurus kedua ornag tua malah dititipkan dipanti jompo Nuadubillah,,,,
    Beruntung sekali saya masih memiliki kedua orang tua.

    BalasHapus
  7. Sungguh Luar biasa sobat.Ayah saya yang berusaha membahagiakan anaknya.Berusaha ingin menuruti apa keinginan Anaknya.Pernah suatu ketika saya di belikan es jus padahal tempatnya di pinngir jalan.Subhanallah ayah yang tidak punya malu untuk kebhagian anaknya.Curhat sedikit ya.hik.hik

    BalasHapus
  8. sangat menginspirasi sobat,, :) jadi terharu gw,, hiks

    BalasHapus
  9. saya tak melakukan yang terbaik untuk mereka, beratnya...

    BalasHapus
  10. fotonya, suratnya semuanya...menarik...

    BalasHapus
  11. Wah udah bangun tho kamu? Udah BW aja hahaha...

    BalasHapus
  12. Wew.. Jadi ingat Bapak Ibu saya.

    BalasHapus
  13. Nice a Letter!!! Sungguh mengharukan, dan barangkali begitulah sesungguhnya hasrat yang tumbuh dalam sanubari para orang tua! Mengharukan, dan merayuku untuk lebih mengasihi orangtuaku.
    Langsung follow #74 (CahNdeso); sekaligus plus+1 pada beberapa artikel dikau, Sob... sudilah do the same for me, Guys. Thanks

    BalasHapus
  14. ada PR sebelas di cek ya di postingan saya

    BalasHapus
  15. maaf mas Soca, ungkapan isi hati ayah ibu yang mas Soca tuliskan membuat saya menitikkan air mata.. ingat segala ketidaksabaran saya sama kedua orang tua saya.. kadang merasa "letih", padahal mereka amat sangat "letih" menghadapi saya..

    Ya Allah, ampuni dan sayangi mereka, kedua orang tua hamba Ya Rabb, sebagaimana mereka telah berletih-letih dan berpayah-payah mendidik hamba hingga hamba tumbuh kembang seperti ini. Cintailah dan kasihilah mereka, dengan cinta dan kasih yang pancaran sinarnya seperti matahari di siang hari dan seperti rembulan di kala purnama.. Angkatlah derajat mereka dengan derajat yang mulia karena tak ada balasan yg lebih baik lagi daripada harapan dan doa hamba agar mereka di muliakan di sisi Engkau wahai Rabb.. Allahumma Amin...

    BalasHapus
  16. sekalian, saya mohon untuk ijin mengkopi surat ini.. bolehkah..??

    BalasHapus
  17. Ayah dalam senyum hatiku rindu,love,peace and gaul.

    BalasHapus
  18. kayaknya kamu lihai yah bikin prosa macam ini.... ini yang ke sekian loh yang saya baca. hehee

    BalasHapus
  19. sudah sy follow balik nomer 75 trims ya soca

    BalasHapus
  20. wuiihhh :) aku punya slideshow ini ^^

    BalasHapus
  21. ayah dan ibu adalah segalanya bagi kita, oke sob..

    BalasHapus
  22. Ayahh..
    saya nangis di kantor pas baca ini. :) terimakasih ya sudah memposting tulisan ini ^__^

    BalasHapus